Rabu, 25 Juni 2014

CONTOH MAKALAH PARASITOLOGI CACING TAMBANG (Ancylostoma Duodenale)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Parasitologi merupakan ilmu yang berisi kajian tentang organisme (jasad hidup) yang hidup dipermukaan atau didalam tubuh organisme lain untuk sementara waktu atau selama hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitas hidupnya dari organisme lain tersebut.
Parasitisme merupakan hubungan antara dua organisme, yang satu diantaranya mendapat keuntungan dan yang lain dirugikan. Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk Nemethelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini memiliki alat kelamin terpisah.
Ancylostoma sp. merupakan cacing kait kelas Nematoda уаnɡ umum ditemukan pada anjing ԁаn kucing. Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar tubuh manusia, yang akan masuk kembali ke tubuh korban melalui telapak kaki yang berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan-jalan di dalam tubuh melalui peredaran darah yang akhirnya tiba di paru-paru lalu dibatukkan dan ditelan kembali. Gejala meliputi reaksi alergi lokal atau seluruh.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah  Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)!
2.      Bagaimana morfologi Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)!
3.      Bagaimana Daur Hidup Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)!
4.      Bagaimana epidemiologi  Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)!

C.     Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah untuk mengetahui siklus hidup cacing tambang, dan mengetahui bagaimana cara pencegahan infeksi cacing tambang.



D.    Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini yaitu untuk membantu mahasiswa dan memahami tentang cacing tambang.


BAB II
PEMBAHASAN

A.          Sejarah Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)
Cacing tambang diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. Necator americanus banyak ditemukan di Amerika, Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and Indonesia, sementara A. duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. bentuk infektif dari cacing tersebut adalah bentuk filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari telurnya, munculah larva rhabditiform yang kemudian akan berkembang menjadi larva filariform. Taksonomi dari cacing tambang:
Phylum             : Nemathelminthes
Kelas                 : Nematoda
Sub kelas          : Secernantea
Ordo                 : Strongylida
Famili                : Ancylostomatidae
Genus               : Ancylostoma dan Necator 
Spesies              : Ancylostoma duodenale ( Afrika)      
Necator americanus (Amerika)

B.           Morfologi Ancylostoma Duodenale  (cacing tambang)
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar dari Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk huruf S, yang betina 9 – 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale mempunyai dua pasang gigi, N.americanus mempunyai sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang disebut bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60 mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.

C.           Daur Hidup Ancylostoma Duodenale  (cacing tambang)
Cacing dewasa merupakan ektoparasit dalam usus halus manusia. Telur cacing dapat keluar bersama feses manusia. Pada daerah yang sesuai, yaitu di tanah lembap, telur yang sudah dibuahi akan menetas dan dalam waktu sehari menghasilkan larva. Larva ini dapat menembus kulit manusia melalui kulit yang tidak beralas kaki. Bersama aliran darah, larva sampai ke jantung dan paru-paru. Dari paru-paru, larva menembus dinding paru-paru sampai ke trakea kemudian ke faring. Lalu larva masuk lagi ke dalam usus halus dan tumbuh menjadi cacing tambang dewasa. Cacing betina dan jantan dewasa dapat melakukan perkawinan. Cacing betina menghasilkan ribuan telur perhari. Telur tersebut keluar bersama feses, selanjutnya siklus berulang. Contoh lainnya: Ancylostoma duodenale, terdapat di daerah tropika Afrika dan Asia. Spesies lainnya adalah Necator americanus yang terdapat di Amerika.

D.          Epidemiologi Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)
Kejadian penyakit ini di Indonesiasering ditemukan terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat berperan dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada, 1998). Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32oC – 38oC. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.

E.           Gejala Klinis
Parasit ini tersebar di seluruh dunia ( kosmopolit ). Penyebaran yang paling banyak di daerah tropis dan subtropis. Lingkungan yang paling cocok adalah habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi, terutama daerah perkebunan dan pertambangan
Gejala klinis ankilostomiasis ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing dewasa. Gejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah timbulnya rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah dalam jumlah banyak, rasa gatal-gatal semakin hebat dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Apabila lesi berubah menjadi vesikuler akan terbuka karena garukan itu. Gejala ruam papuloeritematosa yang berkembang akan menjadi vesikel. Ini diakibatkan oleh banak larva filariform yang menembus kulit. Kejadian ini disebut ground itch. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat menyebabkan pneumonitis yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut.
Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi, dan kehilangan darah.
1.         Nekrosis jaringan usus
Kedaan ini diakibatkan dinding jaringan usus yang terbuka oleh gigitan cacing dewasa.
2.         Gangguan gizi
Penderita banyak kehilanan karbohibrat, lemak, dan terutama protein, bahkan banyak unsur besi (Fe) yang hialng sehingga terjadi malnutrisi.
3.         Kehilangan darah
Darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa. Disampng itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus karena sekresi zat koagulan oleh cacing dewasa tersebut. Setiap ekor cacing ancylostoma duodenale dapat mngakibatkan hilangnya darah antara 0,08-0,34cc per hari. Penderita biasanya menjadi anema hipokrom mikrositer sehingga daya tahan dan prestasi kerja menurun.

Pada kasus infeksi akut yang disertai jumlah cacing yang banyak, penderita mengalami lemah badan, nausea, sakit perut, lesu, pucat, dan kadang-kadang disertai diare dengan tinja berwarna merah sampai hitam (tergantung jumlah darah yang keluar). Apabila cacing dewasa yang terdapat pada anak-anak jumlahnya banyak maka dapat mengakibatkan gejala hebat dan dapat menyebabkan kematian.
Gejala klinis sering dihubungkan dengan jumlah telur yang ditemukan dalam tinja. Dilaboratorium dapat diketahui dengan metoda hitung telur per mg (miligram) tinja. Apabila ditemukan 5 per mg tinja, belum ada gejala yang berarti, tetapi apabila lebih besar dari 20 per mg tinja, mulai ada korelasinya dengan gejala yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 per mg atau lebih, keadaan penderita sudah mengarah ke infeksi berat.

F.            Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara Sanitasi lingkungan, diantaranya:
1.      Hindari berjalan keluar rumah tanpa memakai alas kaki
Kebiasaan tidak memakai alas kaki merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya infeksi cacing tambang. 
2.      Cuci tangan sebelum makan
Cuci tangan, pekerjaan ini adalah Awal yang terpokok jika anda ingin tetap sehat. Dimanapun dan kapanpun selalau ada bakteri atau mikroorganisme yang siap masuk melawan tubuh kita 70 % perantara yang tepat adalah dari tangan, untuk itu cuci tangan adalah salah satu tindakan preventif yang sangat tepat.
3.      Hindari pemakaian feces manusia sebagai pupuk pada sayuran
Jika sayuran yang dimakan tidak bersih maka larva cacing akan ikut termakan karena sayuran dipupuk menggunakan feces manusia yang telah terinfeksi.
4.      Jika anda Ibu, awasi dan jaga anak anda main di Tanah
Dari sifat hidupnya, cacing tambang hidup pada tanah, sangat cepat menular melalui kulit, melewati epidermis kulit teratas hingga terakhir, anak – anak tentulah sangat mudah untuk dijadikan media untuk hidup si cacing tambang. Untuk itu perlu awasi anak anda saat bermain di tanah atau di halaman rumah yang memungkinkan adanya cacing tambang. Jika terlanjur memanjakan anak anda, lakukan kegiatan prefentif yaitu bersihkan seluruh badan anak dari tanah sehabis main.
5.      Bersih Pakaian dan tempat
Mikroba penyebab infeksi ada dimana – mana, bahkan tempat maupun pakaian kita yang terlihat bersihpun bisa saja terdapat kuman – kuman yang membahayakan kesehatan. Dengan demikian Kebersihan atau sanitasi dan higienis tempat anda sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan anda dan keluarga.


G.          Pengobatan
Obat pilihan untuk ancylostoma duodenale adalah tetrakloretilen. Obat lain yang bisa digunakan adalah mebendazol, albendazol, pirantelpamoat, tetrasimol, bitoskamat dan befenium hidrosinafoat.


BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
Cacing tambang yang menginfeksi manusia adalah Ancylostoma duodenale. Cacing ini berhabitat di usus halus manusia. Necator Americanus menyebabkan Necatoriasis dan A.duodenale menyebabkan Ankilostomiasis.
Dalam sehari N. americanus dapat bertelur 9.000 butir dan A.duodenale 10.000 butir. Telur yang keluar bersama tinja manusia ditanah akan menetas setelah 1-1,5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform akan tumbuh menjadi larva fiariform, dan dapat hidup selama 7-8 minggu didalam tanah. Larva filariform inilah bentuk infektif cacing tambang ini yang dapat menembus kulit manusia. larva filariform masuk kedalam tubuh manusia melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus dan menjadi dewasa (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu). 
Infeksi ini terjadi didaerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di tanah dan pemakaian feces manusia sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing tambang juga bias masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke mulut.
Gejala yang ditimbulkan, stadium larva menyebabkan kelainan pada kulit (ground itch). Stadium dewasa tergantung dari spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi penderita.
Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat besi, jika kasus berat dapat diberikan tranfusi darah, dan jika kondisi penderita stabil dapat diberikan pirantel pamoat dan mabendazol yang digunakan beberapa hari berturut-turut. Pencegahan yang paling utama yaitu dengan sanitasi lingkungan hidup dan menjaga pola hidup bersih.

B.           Saran
1.      Menjaga pola hidup bersih agar terhindar dari penyakit.
2.      Segera berobat jika timbul gejala awal, karena penyakit yang sudah kronis akan sulit untuk  disembuhkan.
3.      Hindari faktor resiko terinfeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Onggowaluyo, jangkung samidjo., 2002. “PARASITOLOGI MEDIK I helmintologi”, buku kedokteran EGC,Jakarta
Prianto, juni L.A., Tjahaya, P.U., Darwanto, 1995. “ ATLAS PARASITOLOGI KEDOKTERAN  “ , Gramedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar