Rabu, 10 September 2014
Rabu, 25 Juni 2014
CONTOH MAKALAH PARASITOLOGI CACING TAMBANG (Ancylostoma Duodenale)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Parasitologi merupakan ilmu yang berisi kajian tentang organisme (jasad
hidup) yang hidup dipermukaan atau didalam tubuh organisme lain untuk sementara
waktu atau selama hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau seluruh
fasilitas hidupnya dari organisme lain tersebut.
Parasitisme merupakan hubungan antara dua organisme, yang satu diantaranya
mendapat keuntungan dan yang lain dirugikan. Helmintologi adalah ilmu yang
mempelajari parasit yang berupa cacing. Stadium dewasa cacing-cacing yang
termasuk Nemethelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada
potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini memiliki
alat kelamin terpisah.
Ancylostoma
sp. merupakan cacing kait kelas Nematoda уаnɡ umum ditemukan pada anjing ԁаn
kucing. Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan
telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas
menjadi larva di luar
tubuh manusia, yang akan masuk kembali ke tubuh korban melalui telapak kaki
yang berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan-jalan di dalam tubuh melalui peredaran darah
yang akhirnya tiba di paru-paru lalu dibatukkan dan ditelan kembali. Gejala
meliputi reaksi alergi lokal atau seluruh.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)!
2.
Bagaimana morfologi Ancylostoma
Duodenale (cacing tambang)!
3.
Bagaimana Daur Hidup Ancylostoma
Duodenale (cacing tambang)!
4.
Bagaimana epidemiologi Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)!
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah untuk mengetahui siklus
hidup cacing tambang, dan mengetahui bagaimana cara pencegahan infeksi cacing
tambang.
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini yaitu untuk
membantu mahasiswa dan memahami tentang cacing tambang.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Ancylostoma Duodenale (cacing
tambang)
Cacing
tambang diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini
ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas
sanitasi yang memadai. Necator americanus banyak ditemukan di Amerika,
Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and Indonesia, sementara A.
duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan Eropa bagian
selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang.
Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan
tingkat kebersihan yang buruk. bentuk infektif dari cacing tersebut adalah
bentuk filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari telurnya, munculah
larva rhabditiform yang kemudian akan berkembang menjadi larva filariform. Taksonomi
dari cacing tambang:
Phylum : Nemathelminthes
Kelas :
Nematoda
Sub
kelas : Secernantea
Ordo :
Strongylida
Famili : Ancylostomatidae
Genus :
Ancylostoma dan Necator
Spesies :
Ancylostoma duodenale (
Afrika)
Necator
americanus (Amerika)
B.
Morfologi
Ancylostoma
Duodenale (cacing tambang)
Cacing
dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat pada
mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar dari Necator
americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm,
bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk huruf S, yang betina
9 – 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale
mempunyai dua pasang gigi, N.americanus mempunyai sepasang benda kitin. Alat
kelamin jantan adalah tunggal yang disebut bursa copalatrix. A.duodenale betina
dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang N.americanus 9.000 butir.
Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60 mikron,
bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru
dikeluarkan tidak bersegmen. Di tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC,
ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.
C.
Daur
Hidup Ancylostoma
Duodenale (cacing tambang)
Cacing
dewasa merupakan ektoparasit dalam usus halus manusia. Telur cacing dapat
keluar bersama feses manusia. Pada daerah yang sesuai, yaitu di tanah lembap,
telur yang sudah dibuahi akan menetas dan dalam waktu sehari menghasilkan
larva. Larva ini dapat menembus kulit manusia melalui kulit yang tidak beralas
kaki. Bersama aliran darah, larva sampai ke jantung dan paru-paru. Dari
paru-paru, larva menembus dinding paru-paru sampai ke trakea kemudian ke
faring. Lalu larva masuk lagi ke dalam usus halus dan tumbuh menjadi cacing
tambang dewasa. Cacing betina dan jantan dewasa dapat melakukan perkawinan.
Cacing betina menghasilkan ribuan telur perhari. Telur tersebut keluar bersama
feses, selanjutnya siklus berulang. Contoh lainnya: Ancylostoma duodenale,
terdapat di daerah tropika Afrika dan Asia. Spesies lainnya adalah Necator
americanus yang terdapat di Amerika.
D.
Epidemiologi Ancylostoma Duodenale
(cacing tambang)
Kejadian
penyakit ini di Indonesiasering ditemukan terutama di daerah pedesaan, khususnya
di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun
luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan
dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar
di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat berperan dalam
penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada, 1998). Tanah yang baik untuk
pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32oC
– 38oC. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai
sandal atau sepatu bila keluar rumah.
E.
Gejala
Klinis
Parasit ini tersebar di seluruh dunia ( kosmopolit
). Penyebaran yang paling banyak di daerah tropis dan subtropis. Lingkungan
yang paling cocok adalah habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi,
terutama daerah perkebunan dan pertambangan
Gejala klinis ankilostomiasis ditimbulkan oleh
adanya larva maupun cacing dewasa. Gejala permulaan yang timbul setelah larva
menembus kulit adalah timbulnya rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus
kulit dalam jumlah dalam jumlah banyak, rasa gatal-gatal semakin hebat dan
kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Apabila lesi berubah menjadi vesikuler
akan terbuka karena garukan itu. Gejala ruam papuloeritematosa yang berkembang
akan menjadi vesikel. Ini diakibatkan oleh banak larva filariform yang menembus
kulit. Kejadian ini disebut ground itch.
Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat menyebabkan pneumonitis
yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut.
Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang
dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi, dan kehilangan
darah.
1.
Nekrosis jaringan usus
Kedaan ini diakibatkan dinding
jaringan usus yang terbuka oleh gigitan cacing dewasa.
2.
Gangguan gizi
Penderita banyak kehilanan
karbohibrat, lemak, dan terutama protein, bahkan banyak unsur besi (Fe) yang
hialng sehingga terjadi malnutrisi.
3.
Kehilangan darah
Darah yang hilang itu dikarenakan
dihisap langsung oleh cacing dewasa. Disampng itu, bekas gigitan cacing dewasa
dapat menimbulkan pendarahan terus menerus karena sekresi zat koagulan oleh
cacing dewasa tersebut. Setiap ekor cacing ancylostoma duodenale dapat
mngakibatkan hilangnya darah antara 0,08-0,34cc per hari. Penderita biasanya
menjadi anema hipokrom mikrositer sehingga daya tahan dan prestasi kerja
menurun.
Pada kasus infeksi akut yang disertai jumlah cacing
yang banyak, penderita mengalami lemah badan, nausea, sakit perut, lesu, pucat,
dan kadang-kadang disertai diare dengan tinja berwarna merah sampai hitam
(tergantung jumlah darah yang keluar). Apabila cacing dewasa yang terdapat pada
anak-anak jumlahnya banyak maka dapat mengakibatkan gejala hebat dan dapat
menyebabkan kematian.
Gejala klinis sering dihubungkan dengan jumlah telur
yang ditemukan dalam tinja. Dilaboratorium dapat diketahui dengan metoda hitung
telur per mg (miligram) tinja. Apabila ditemukan 5 per mg tinja, belum ada
gejala yang berarti, tetapi apabila lebih besar dari 20 per mg tinja, mulai ada
korelasinya dengan gejala yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 per mg atau
lebih, keadaan penderita sudah mengarah ke infeksi berat.
F.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan
cara Sanitasi lingkungan, diantaranya:
1. Hindari berjalan keluar rumah tanpa
memakai alas kaki
Kebiasaan
tidak memakai alas kaki merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya infeksi
cacing tambang.
2. Cuci tangan sebelum makan
Cuci
tangan, pekerjaan ini adalah Awal yang terpokok jika anda ingin tetap sehat.
Dimanapun dan kapanpun selalau ada bakteri atau mikroorganisme yang siap masuk
melawan tubuh kita 70 % perantara yang tepat adalah dari tangan, untuk itu cuci
tangan adalah salah satu tindakan preventif yang sangat tepat.
3. Hindari pemakaian feces manusia
sebagai pupuk pada sayuran
Jika
sayuran yang dimakan tidak bersih maka larva cacing akan ikut termakan karena
sayuran dipupuk menggunakan feces manusia yang telah terinfeksi.
4. Jika anda Ibu, awasi dan jaga anak
anda main di Tanah
Dari
sifat hidupnya, cacing tambang hidup pada tanah, sangat cepat menular melalui
kulit, melewati epidermis kulit teratas hingga terakhir, anak – anak tentulah
sangat mudah untuk dijadikan media untuk hidup si cacing tambang. Untuk itu
perlu awasi anak anda saat bermain di tanah atau di halaman rumah yang
memungkinkan adanya cacing tambang. Jika terlanjur memanjakan anak anda,
lakukan kegiatan prefentif yaitu bersihkan seluruh badan anak dari tanah
sehabis main.
5. Bersih Pakaian dan tempat
Mikroba
penyebab infeksi ada dimana – mana, bahkan tempat maupun pakaian kita yang
terlihat bersihpun bisa saja terdapat kuman – kuman yang membahayakan
kesehatan. Dengan demikian Kebersihan atau sanitasi dan higienis tempat anda
sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan anda dan keluarga.
G.
Pengobatan
Obat pilihan untuk ancylostoma duodenale adalah tetrakloretilen. Obat lain yang bisa
digunakan adalah mebendazol, albendazol, pirantelpamoat, tetrasimol, bitoskamat
dan befenium hidrosinafoat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Cacing
tambang yang menginfeksi manusia adalah Ancylostoma duodenale. Cacing ini
berhabitat di usus halus manusia. Necator Americanus menyebabkan Necatoriasis
dan A.duodenale menyebabkan Ankilostomiasis.
Dalam
sehari N. americanus dapat bertelur 9.000 butir dan A.duodenale 10.000 butir.
Telur yang keluar bersama tinja manusia ditanah akan menetas setelah 1-1,5
hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva
rabditiform akan tumbuh menjadi larva fiariform, dan dapat hidup selama 7-8
minggu didalam tanah. Larva filariform inilah bentuk infektif cacing tambang
ini yang dapat menembus kulit manusia. larva filariform masuk kedalam tubuh
manusia melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva akan
sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian
alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila manusia tersedak maka larva akan
masuk ke oesophagus lalu ke usus halus dan menjadi dewasa (siklus ini
berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).
Infeksi
ini terjadi didaerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang
buruk. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di
tanah dan pemakaian feces manusia sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing
tambang juga bias masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke
mulut.
Gejala
yang ditimbulkan, stadium larva menyebabkan kelainan pada kulit (ground itch).
Stadium dewasa tergantung dari spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi
penderita.
Pengobatan
dapat dilakukan dengan memberikan tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat
besi, jika kasus berat dapat diberikan tranfusi darah, dan jika kondisi
penderita stabil dapat diberikan pirantel pamoat dan mabendazol yang digunakan
beberapa hari berturut-turut. Pencegahan yang paling utama yaitu dengan
sanitasi lingkungan hidup dan menjaga pola hidup bersih.
B.
Saran
1. Menjaga pola hidup bersih agar
terhindar dari penyakit.
2. Segera berobat jika timbul gejala
awal, karena penyakit yang sudah kronis akan sulit untuk disembuhkan.
3. Hindari faktor resiko terinfeksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Onggowaluyo,
jangkung samidjo., 2002. “PARASITOLOGI
MEDIK I helmintologi”, buku kedokteran EGC,Jakarta
Prianto, juni L.A., Tjahaya, P.U., Darwanto, 1995. “ ATLAS PARASITOLOGI KEDOKTERAN “ , Gramedia
Langganan:
Postingan (Atom)